Catatan

Mungkin, sekilas jurnalisme profetik seakan hanya bisa diamalkan oleh para muslim saja. Ini penting untuk diketahui, sebab jurnalisme profetik itu berbeda dengan jurnalisme Islam, yang mana misi jurnalistiknya bersifat eksklusif dan hanya membawa nuansa islam sesuai Al-Qur’an dan hadist. Berbeda dengan jurnalisme profetik, kendati mengambil nilai-nilai islami, tetapi ia dikonstruksi secara universal agar inklusif dan bisa dipraktikkan oleh banyak kalangan, termasuk non-muslim.

Demikian juga tulisan ini mungkin sekilas tampak kurang jika tanpa menyelipkan aspek analitis-kritis. Bagi saya tidak juga, sebab pemahaman jurnalisme profetik sudah mencakup semuanya. Dengan adanya nilai sidiq (truth), amanah (trusted), tabligh (educated), dan fatanah (intelligent) sebagai manifestasi dari dimensi analitis, kritis, etis bahkan bisa juga teknis, seorang jurnalis profetik dapat menghadapi persoalan post-truth yang sekarang menjadi musuh manusia modern.

  • Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi!

Jika anda mempunyai tulisan berupa  Opini, Esai, Puisi, dan Cerpen silahkan kirim tulisan anda Kirimkan tulisan: https://intimes.co.id/kirim-tulisan/ atau melalui Email : redaksi@intimes.co.id. Setiap tulisan tentu akan melalui proses kurasi yang ketat, dan redaksi berhak menyunting dan melakukan penyesuaian lain seperlunya tanpa mengubah esensi isi dan pesan yang hendak disampaikan

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news intimes.co.id