INTIMES.co.id  – Pelecehan seksual di lingkungan kerja bukan hanya persoalan moral, tetapi juga tantangan serius bagi institusi yang ingin menciptakan ruang kerja aman dan produktif. Kementerian Keuangan, melalui langkah progresifnya, telah menunjukkan komitmen nyata untuk menangani masalah ini. Namun, efektivitas kebijakan ini memerlukan dukungan menyeluruh dari seluruh elemen, baik di dalam maupun di luar institusi.

Langkah preventif yang dirinci dalam Surat Edaran, seperti pelaporan melalui **wise.kemenkeu.go.id**, adalah langkah penting. Namun, kebijakan ini harus didukung oleh upaya peningkatan kesadaran pegawai dan jaminan perlindungan yang nyata bagi pelapor dan korban. Tanpa itu, kebijakan hanya akan menjadi dokumen formalitas tanpa implementasi yang bermakna.

 Speak Up: Tanda Ketidakpercayaan atau Kebangkitan?

Fenomena **Speak Up** di media sosial, di mana korban pelecehan memilih berbicara di dunia maya daripada melalui jalur resmi, adalah refleksi dari krisis kepercayaan terhadap sistem yang ada. Meski fenomena ini meningkatkan kesadaran masyarakat, di sisi lain, hal ini mengungkap kegagalan institusi untuk menyediakan rasa aman bagi korban.

Korban kekerasan seksual membutuhkan dukungan, bukan penghakiman. Sayangnya, sebagian masyarakat masih terjebak dalam stigma yang menyalahkan korban. Narasi seperti “korban tidak menjaga diri” adalah bentuk penghakiman yang harus dihentikan. Pelecehan seksual adalah kejahatan yang tidak pandang bulu—dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

 Institusi Harus Transparan

Institusi, termasuk Kementerian Keuangan, memegang peran besar dalam menciptakan lingkungan yang mendukung korban. Menutupi kasus pelecehan seksual dengan alasan mempertahankan nama baik institusi hanya akan menjadi “bumerang”. Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan pada institusi, bahkan mempertanyakan manfaat pajak yang mereka bayarkan.