INTIMES.co.id | BANDA ACEH – Bagi sejumlah orang di luar Aceh masih ada yang menganggap, Aceh daerah yang tertutup. Tak ramah pada siapapun yang datang. Apalagi yang “berbeda” dengan Aceh; budaya, agama; suku dan ras.

Mungkin, boleh dikatakan pemikiran ini terbenak pada seseorang yang belum datang langsung dan melihat provinsi berjulukan Tanah Rencong ini dengan mata telanjang. Tak hanya melalui media sosial.

Salah satunya seperti cerita pengalaman Livia Iriana, pelatih cabang olahraga selam asal Banten saat berlaga pada PON XXI Aceh-Sumut 2024. Ia sebelumnya datang ke Aceh sangat khawatir dengan penyambutan masyarakat Aceh terhadap orang luar.

Dalam anggapannya, Aceh yang notabene menerapkan syariat Islam akan menjadi sangat tertutup dengan orang luar. Salah satunya, dari sisi perbedaan cara berpakaian perempuan yang sangat kentara.

“Namun setelah berinteraksi, kesan itu berubah total,” ujar Livia.

Saat jeda pertandingan. Livia bersama tim menyempatkan diri untuk keliling Kota Banda Aceh menggunakan taksi online. Ia terkejut dengan pengemudi taksi, yang merupakan orang Aceh, menyambut mereka dengan sangat ramah.

Sopir taksi online itu, sebut dirinya, begitu nyambung saat berinteraksi. Menjelaskan tentang Aceh yang penuh dengan informasi, namun tetap berlangsung seru dan penuh candaan agar suasana cair.

Hal yang sama juga mereka dapatkan saat berburu kuliner di rumah-rumah makan atau warung kopi di provinsi yang terletak paling barat Indonesia ini.

Pengalaman Livia ini menjadi bukti bahwa Aceh tak semenakutkan yang difikirkan orang-orang. Aceh tak hanya terkenal dengan kekayaan adat dan budaya yang kental, tetapi juga keramahan penduduknya yang membuat decak kagum bagi setiap tamu yang melancong ke daerah Serambi Mekkah ini.

“Banyak yang mungkin berpikir bahwa Aceh itu serius, tapi ternyata orang-orangnya sangat ramah dan asik,” ujarnya.

Pengalaman yang sama juga dibagikan oleh pelatih cabang olahraga baseball tim DKI Jakarta Gilberto Sayogo, yang kagum dengan sambutan masyarakat daerah Serambi Mekkah ini dalam menyambut tamu dari luar.

Sebelum bertolak ke Aceh, ia dan tim sempat khawatir atas penyambutan masyarakat disana. Pasalnya, budaya dan kehidupan di Jakarta dengan Aceh sangat jauh berbeda.

Namun, kekhawatiran itu bak ditelan bumi setelah Gilberto mendarat di Aceh melalui Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar, lalu melihat sambutan masyarakat yang begitu hangat kepada setiap tamu. Tak memandang perbedaan agama, suku dan ras.

“Kami sangat bersyukur. Masyarakat Aceh sangat welcome. Yang kita sedikit khawatirkan karena kita di Jakarta culture budaya sangat berbeda, tapi kami datang ke Aceh sambutan luar biasa sangat baik,” sebutnya.

Pengalaman Livia dan Sayogo ini memupuskan pandangan negatif orang yang melihat Aceh dari kacamata luar. Nyatanya, Aceh aman, tentram, dan warganya penuh keramah-tamahan dalam menyambut tamu.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Azhari. Foto: Dok. Humas Kemenag Aceh

Pemulia jamee adat geutanyoe

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Azhari mengatakan Aceh daerah yang begitu ramah, memegang teguh adat-istiadatnya memuliakan tamu (Pemulia Jamee Adat Geutanyoe).

Masyarakat Tanah Rencong ini sangat sopan dan moderat dalam hal menerima tamu yang menyesuaikan diri dengan perkembangan adat budaya.

Meski Aceh dikenal dengan Serambi Mekkah sekaligus pelaksanaan syariat Islam yang sangat kental di tengah masyarakat, namun warga Aceh juga bersikap sangat toleran. Ketika ada tamu yang datang baik muslim maupun non muslim, tetap dihargai dan dihormati meski berbeda suku dan ras.

Apalagi saat pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumut. Peserta hadir dari berbagai berbagai provinsi di Tanah Air, dengan ragam budaya, sikap, agama.

“Jadi masyarakat Aceh sangat memahami itu. Masyarakat Aceh sangat menerima tamu dengan berbagai etnis yang datang di Aceh,” ungkapnya.

Mungkin, Azhari melanjutkan. saudara-saudara dari luar Aceh sebelum datang ke Aceh menganggap kondisi Aceh begitu tertutup dengan orang luar.

Tetapi padangan tersebut dapat ditepiskan dengan sendirinya ketika sudah datang ke Aceh. Melihat langsung bagaimana tempat-tempat penginapan, di arena pertandingan, di venue-venue PON, tentu masyarakat sangat terbuka, dan sangat ramah.

Tentu harapan masyarakat Aceh, bagi seluruh tamu yang hadir dalam berbagai kegiatan di Aceh untuk tetap menyesuaikan. Seperti PON, tamu dan rombongan datang dari berbagai provinsi, ada yang muslim dan non muslim, maka perlu penyesuaian dari segi sikap hingga berpakaian.

“Bagi yang muslim tentu berpakaian muslim dan bagi yang non-muslim tidak dipaksa harus menggunakan jilbab, tapi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi,” kata Azhari.

Pesan toleransi

Bahkan sebelum PON XXI 2024, Kementerian Agama juga telah menyampaikan saran, dan pesan melalui penyuluh,penghulu dan juga para guru untuk menyampaikan pesan-pesan tentang ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah.

Artinya saling menguatkan, saling menghormati, saling meningkatkan rasa persaudaraan satu sama lain karena kita satu bangsa, dan toleransi atau kehidupan bersama di antara umat manusia.

“Ketika ada image barangkali yang seolah olah, Aceh kurang aman, tentu bapak, ibu, saudara-saudara kami dari seluruh Indonesia yang hadir di Aceh dapat melihat sendiri bagaimana tolerannya masyarakat Aceh, bagaimana sikap dan kultur budaya,” ujarnya.[]

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news intimes.co.id
Redaksi
Editor