Gempa Myanmar dan Runtuhnya Bangunan di Bangkok: Ketika Desain Modern Bertemu dengan Risiko Gempa

- Reporter

Minggu, 30 Maret 2025 - 18:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Musmedia  dosen Teknik Sipil Unmuh Babel

i

Musmedia dosen Teknik Sipil Unmuh Babel

INTIMES.co.id | BANGKA BELITUNG – Gempa adalah gejala alam yang tidak dapat diprediksi, baik dari segi waktu maupun kekuatannya. Biasanya, gempa terjadi pada pertemuan dua lempeng tektonik, namun lokasinya sulit dipastikan. Meskipun gempa tidak dapat dicegah, dampaknya, seperti korban jiwa, kerusakan bangunan, dan fasilitas umum lainnya, dapat diminimalisir.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merancang bangunan yang tahan gempa guna mengurangi potensi kerusakan.

Salah satu prinsip dasar dalam desain bangunan tahan gempa adalah memastikan bahwa struktur bangunan, baik secara horizontal maupun vertikal, simetris. Selain itu, elemen struktur utama seperti kolom harus dirancang lebih kuat dibandingkan dengan balok. Hal ini bertujuan agar keruntuhan balok dan plat lantai dapat diantisipasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika kolom hancur terlebih dahulu sebelum balok, bangunan dapat runtuh dengan cepat, seperti yang terjadi di Bangkok.

Pada 28 Maret 2025, gempa berkekuatan 7,7 SR yang berpusat di Sagaing, dekat kota Mandalay, Myanmar, mengakibatkan runtuhnya sebuah bangunan 30 lantai yang masih dalam tahap konstruksi di Bangkok.

Meskipun gempa tersebut berjarak ratusan kilometer dari Bangkok, dampak yang ditimbulkan sangat parah. Video dan foto yang beredar menunjukkan kehancuran struktural bangunan. Analisis sementara menunjukkan bahwa bangunan tersebut menggunakan sistem struktur flat slab, yang kurang cocok untuk mengatasi gempa besar.

Desain modern dengan sistem flat slab menawarkan keuntungan dalam hal estetika dan efisiensi ruang. Namun, sistem ini memiliki kelemahan dalam menghadapi gempa, terutama jika tidak didukung oleh elemen struktural yang memadai. Flat slab tidak menggunakan balok sebagai elemen penghubung, sehingga transfer beban lateral sepenuhnya bergantung pada sambungan pelat-kolom. Saat terjadi gempa, sambungan ini mengalami tekanan berlebihan yang dapat menyebabkan kegagalan geser (punching shear failure), yang akhirnya berujung pada keruntuhan bangunan.

Follow WhatsApp Channel intimes.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Deep Learning, Inovasi Teknologi dan Masa Depan Pendidikan
Opini : Perdagangan Manusia: Kejahatan Kemanusiaan yang Terabaikan
Opini: Menghapus Stereotip, Menghargai Pendidikan Perempuan
Opini: Menangani Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dengan Serius
Opini: Memutus Mata Rantai Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja
Pendidikan Inklusif di Indonesia, Psikolog: Masih Banyak Sekolah Belum Siap
Dinasti Merusak Tatanan Perpolitikan dan Demokrasi di Abdya
Melirik Peluang Safaruddin Mendampingi Muallem

Berita Terkait

Minggu, 30 Maret 2025 - 18:55 WIB

Gempa Myanmar dan Runtuhnya Bangunan di Bangkok: Ketika Desain Modern Bertemu dengan Risiko Gempa

Minggu, 23 Maret 2025 - 23:23 WIB

Deep Learning, Inovasi Teknologi dan Masa Depan Pendidikan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:27 WIB

Opini : Perdagangan Manusia: Kejahatan Kemanusiaan yang Terabaikan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:20 WIB

Opini: Menghapus Stereotip, Menghargai Pendidikan Perempuan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:11 WIB

Opini: Menangani Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dengan Serius

Berita Terbaru

Daerah

FOZ Sumut Bahas Sinergi Layanan Ambulance dengan Dinkes

Selasa, 6 Mei 2025 - 22:22 WIB

Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Masyarakat Aceh Barat Daya (Ikamabdya) di Banda Aceh. Foto: Ist

Daerah

Zalsufran Kembali Pimpin Ikamabdya Periode 2025-2030

Sabtu, 3 Mei 2025 - 13:16 WIB