Sebuah pertanyaan muncul, masih adakah seorang mahasiswa Indonesia yang seperti Gie? Yang sama persis sukit ditemukan, tetapi saya yakin suatu saat pasti ada; jika ketidakadilan , korupsi, kolusi, kemiskinan, dan hal-hal sejenisnya masih ada. Hukum belum ditegakkan sebagaimana harapan masyarakat bangsa. Apalagi demokrasi ala Indonesia masih menjadi masalah oleh negara. Dan negara hanya mementingkan citranya sebagai bangsa yang besar, tetapi melupakan masa lalunya.
Di tengah persoalan bangsa yang semakin pelik, bangsa ini membutuhkan generasi muda yang sadar akan nasib bangsanya. Generasi muda yang tidak hanya kritis tapi juga rasional. Generasi muda khususnya mahasiswa hendaknya bertindak sesuai dengan statusnya sebagai agen perubahan sosial. Tetapi saat ini, mahasiswa tidak cukup menjadi agen tetapi juga dituntut menjadi aktor dari perubahan itu sendiri. Ingat bahwa setiap generasi berhak menulis sejarahnya sendiri. Jangan sampai mahasiswa malah berubah menjadi leviathan, meminjam istilah Thomas Hobbes, yang malah menjadi aktor di balik carut-marutnya kondisi negara ini.
Bercermin pada masa lalu menjadikan kita lebih arif. Manusia dengan potensi jiwa yang selalu menyuarakan kebenaran dan berbuat benar, pasti peroleh ketenangan. Jika ia telah sampai di halte terakhir kehidupan, dirinya akan dikenang dan dikagumi sebagai generasi emas yang tak pernah lekang dalam ingatan kolektif masyarakat bangsanya. Itulah Soe Hok Gie lima puluh dua tahun yang lalu. Semoga masih ada lagi yang lain.
- Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi!
Jika anda mempunyai tulisan berupa Opini, Esai, Puisi, dan Cerpen silahkan kirim tulisan anda Kirimkan tulisan: https://intimes.co.id/kirim-tulisan/ atau melalui Email : redaksi@intimes.co.id. Setiap tulisan tentu akan melalui proses kurasi yang ketat, dan redaksi berhak menyunting dan melakukan penyesuaian lain seperlunya tanpa mengubah esensi isi dan pesan yang hendak disampaikan
Tinggalkan Balasan