Reaktualisasi Nilai Pancasila

- Reporter

Rabu, 31 Mei 2023 - 10:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

INTIMES.co.id –  Bangsa Indonesia dalam menetapkan landasan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak mengadopsi paham dan ideologi negara lain yang sudah ada di berbagai belahan dunia. Sebagai negara yang berada dalam persilangan benua dan samudera, tentu bangsa ini menjadi medan persilangan dan perebutan pengaruh wacana ideologi yang sudah ada, baik itu yang ada di lintas daratan dan lautan.

Entah berapa banyak ideologi yang sudah merasakan kontestasi ideologi di nusantara ini. Mulai dari ideologi yang bercorak kapitalis-liberal, sosialis, komunis, dan agama. Uniknya, tidak ada ideologi besar dunia yang mampu mendominasi alam pikiran masyarakat Indonesia sebagai bangsa dan negara baru.

Bangsa Indonesia mempunyai corak ideologi sendiri yang terlepas dari dominasi pengaruh ideologi besar yang berkembang di dunia kala itu. Bangsa Indonesia menemukan rumusan ideologinya yang sekarang kita kenal dengan istilah Pancasila itu. Pancasila menjadi ideologi autentik dan sekaligus pembeda bagi beragam aliran pemikiran yang berkembang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Soekarno mengatakan, Pancasila lahir dari rahim bangsa Indonesia yang digali dari perut Ibu Pertiwi. Pancasila adalah perasaaan sari pati kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Pancasila menjadi pengikat dan pemersatu bangsa serta menjadi tanda besar bagi segenap anak bangsa untuk hidup nyaman dan sejahtera.

Arti Penting Pancasila

Sebagai sebuah ideologi, Pancasila memuat tentang pandangan hidup (weltangchaung) dalam kehidupan. Sebagai ideologi pula, Pancasila juga memandu kita akan arah tujuan hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Unsur dari ideologi lengkap ada di dalam rumusan Pancasila yang di perjelas pada pembukaan UUD 45 dan yang diperinci dalam batang tubuhnya.

Ideologi mutlak diperlukan dalam kehidupan, khususnya bernegara, sehingga bangsa ini punya pegangan, punya arah dan pedomaan mewujudkan mimpi dan rah hidupnya.
Pancasila dalam sila-silanya tidak menegasikan agama (Tuhan) dalam masyarakat kita karena memang bangsa ini adalah bangsa yang kental akan sifat religius dalam masyarakatnya.

Pancasila jika tidak membuang jauh-jauh semangat kebersamaan kolektivisme yang menjadi roh dari jiwa sosial masyarakat dalam semangat memujudkan keadilan sosial.

Pancasila juga tidak mengesampingkan penghargaan atas hak dan kreativitas individu di dalam masyarakat. Hal itu tercermin dalam sila yang ada di dalam pancasila (five pilar-five principle). Bisa di bilang Pancasila memuat inti positif dari berbagai macam corak pemikiran dan ideologi-ideologi besar yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Tantangan Pancasila

Dalam perkembangannya, ideologi yang menjadi pengikat dan pemersatu bangsa itu bisa luntur dan kusam seiring dengan dinamika perkembangan zaman. Tantangan hidup sekarang tanpa terasa kalau tidak dicermati dengan hati-hati bisa melunturkan spirit ideologi Pancasila yang menjadi dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di era demokrasi dan persaingan bebas, modernitas yang membawa virus negatif pragmatisme dan permisifisme, revolusi teknologi informasi dan transportasi yang mempercepat segala hal, bahkan instan kalau tidak disikapi dengan hati-hati bisa mempercepat proses peluluhan ideologi Pancasila. Pancasila akan ditinggalkan oleh masyarakat, sehingga dinilai tidak punya makna
Sebagai bangsa yang majemuk dan menghargai perbedaan, bangsa ini juga sedang diuji.

Fondasi pluralitas dan bangunan toleransi yang tinggi, seperti yang tercantum dalam kata Bhinneka Tunggal Ika seolah menjadi rapuh dan tercederai dengan adanya gelombang fanatisme golongan dan fundamentalisme agama yang kian menguat.

Tafsir dan penafsiran agama yang sepihak menutup ruang pihak lain (other) untuk hidup di dalam payung dan tenda besar pancasila. Peristiwa-peristiwa pemaksaan disertai dengan kekerasan atas nama agama masih terus membayangi, entah itu yang sifatnya struktural maupun horizontal.

Reaktualisasi nilai Pancasila menemukan relevansi di tengah situasi yang seperti ini.
Kegagalan menghadirkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat menjadi kenyataan yang kita saksikan saat ini. Praktek penyelenggaraan negara yang mengingkari Pancasila dengan berbagai modus operandi yang dipraktekkan, baik dalam bidang agama, ekonomi, politik, budaya, dan sosial menyisakan jurang yang menganga antara apa yang diceritakan dan kenyataan yang terjadi.

Kita tidak ingin menyebutkan segala hal yang tidak baik terjadi saat ini adalah penyelewengan terhadap Pancasila. Oleh karena itu, melalui momentum bulan Juni ini kita harus melakukan reaktualisasi terhadap Pancasila itu sendiri. Adapun proses reaktualisasi itu bisa dimulai pemimpin. Pemimpin baik yang ada di ranah lokal maupun nasional punya pengaruh besar lantaran menjadi real model bagi masyarakat dan akan menjadi panutan bagaimana pemimpin mengimplementasikan nilai Pancasila dalam kehidupan.

Pemimpin juga punya andil dalam proses penanaman nilai-nilai Pancasila. Kegagalan menegakkan nilai-nilai Pancasila, kalau kita mau jujur, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya keteladanan pemimpin atau para elite politik dan elite pemerintah. Rusaknya proses penyelenggaraan negara menjadi contoh bagi masyarakat dalam bersikap dan bertindak.

Seperti yang kita ketahui bahwa perilaku elite politik dan pemerintah kita jauh dari batas-batas normal sebagai bangsa yang mengakui adanya Pancasila yang menjadikan Tuhan sebagai spirit bernegaranya. Perilaku korupsi dan pengrusakan setiap sendi kehidupan berbangsa hampir masif dilakukan oleh hampir semua instansi penyelenggara negara. Ini membuktikan betapa proses pemahaman terhadap nilai Pancasila belum dipahami dengan baik.

Jangan berharap banyak masyarakat mau memahami dan menjalankan Pancasila kalau elite bangsa dan pemimpin republik ini tidak mampu memberikan contoh yang baik.
Reaktualisasi nilai Pancasila bisa dilakukan dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka yang membuka ruang dialog dan interpretasi sesuai dengan kondisi zaman.

Menghidupkan Pancasila tidak bisa dilakukan dengan cara mistifikasi terhadap Pancasila itu sendiri. Sehingga, Pancasila akan terwujud menjadi ideologi yang membumi (down to earth).
Langkah yang sangat strategis dalam melakukan proses internalisasi atau pembumian Pancasila adalah melalui proses pendidikan.

Sudah selayaknya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan melakukan reformasi kurikulum pendidikan, terutama tang terkait dengan ajaran Pancasila. Kurikulum yang di seyogyanya tidak menitikberatkan pada dimensi kognitif, tetapi juga harus menyentuh aspek afeksi dan psikomotorik.

Kita tidak ingin seperti Orde Baru yang melakukan penanaman nilai Pancasila melalui cara-cara indoktrinasi dan menitikberatkan pada aspek kognitif melalui hafalan. Melalui institusi pendidikan, proses pembangunan karakter mentalitas anak bangsa akan berjalan karena pendidikan adalah wahana yang paling strategis untuk melakukan penanaman nilai dan kaderisasi warga negara yang Pancasilais.

  • Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi!

Jika anda mempunyai tulisan berupa  Opini, Esai, Puisi, dan Cerpen silahkan kirim tulisan anda Kirimkan tulisan: https://intimes.co.id/kirim-tulisan/ atau melalui Email : redaksi@intimes.co.id. Setiap tulisan tentu akan melalui proses kurasi yang ketat, dan redaksi berhak menyunting dan melakukan penyesuaian lain seperlunya tanpa mengubah esensi isi dan pesan yang hendak disampaikan

Follow WhatsApp Channel intimes.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Gempa Myanmar dan Runtuhnya Bangunan di Bangkok: Ketika Desain Modern Bertemu dengan Risiko Gempa
Deep Learning, Inovasi Teknologi dan Masa Depan Pendidikan
Opini : Perdagangan Manusia: Kejahatan Kemanusiaan yang Terabaikan
Opini: Menghapus Stereotip, Menghargai Pendidikan Perempuan
Opini: Menangani Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dengan Serius
Opini: Memutus Mata Rantai Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja
Pendidikan Inklusif di Indonesia, Psikolog: Masih Banyak Sekolah Belum Siap
Dinasti Merusak Tatanan Perpolitikan dan Demokrasi di Abdya

Berita Terkait

Minggu, 30 Maret 2025 - 18:55 WIB

Gempa Myanmar dan Runtuhnya Bangunan di Bangkok: Ketika Desain Modern Bertemu dengan Risiko Gempa

Minggu, 23 Maret 2025 - 23:23 WIB

Deep Learning, Inovasi Teknologi dan Masa Depan Pendidikan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:27 WIB

Opini : Perdagangan Manusia: Kejahatan Kemanusiaan yang Terabaikan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:20 WIB

Opini: Menghapus Stereotip, Menghargai Pendidikan Perempuan

Sabtu, 14 Desember 2024 - 03:11 WIB

Opini: Menangani Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dengan Serius

Berita Terbaru

Daerah

FOZ Sumut Bahas Sinergi Layanan Ambulance dengan Dinkes

Selasa, 6 Mei 2025 - 22:22 WIB

Exit mobile version