INTIMES.co.id | BANDA ACEH – Tradisi Meugang, atau yang sering disebut “Makmeugang”, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Aceh. Sejarah panjang tradisi ini dimulai sejak masa Kesultanan Aceh, bahkan berlanjut hingga kini, meskipun banyak orang Aceh yang merantau jauh dari tanah kelahirannya. Bagi masyarakat Aceh, Meugang adalah sebuah momen istimewa yang penuh dengan makna religius dan sosial.

Meugang pada dasarnya adalah tradisi memasak dan menikmati daging bersama keluarga serta berbagi dengan sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha. Pada zaman Kesultanan Aceh, terutama di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Meugang dimulai dengan pemotongan hewan seperti sapi, kambing, kerbau, dan ayam, yang kemudian dibagikan kepada masyarakat secara gratis.

Sultan Iskandar Muda, yang dikenal sangat mencintai rakyatnya, menjadikan Meugang sebagai wujud rasa syukur dan ungkapan terima kasih atas kemakmuran yang diberikan kepada negeri Aceh. Tidak hanya daging, pada masa itu juga dibagikan sembako dan kain sebagai bantuan kepada masyarakat miskin dan dhuafa. Hal ini diatur dalam sebuah qanun yang dikenal dengan nama “Meukuta Alam”, yang mengatur pelaksanaan Meugang dan membagikan daging kepada masyarakat yang membutuhkan.

Tradisi Meugang tak hanya memiliki nilai religius sebagai bentuk sedekah, tetapi juga mempererat rasa kebersamaan dan gotong royong antarwarga. Tradisi ini mengajarkan pentingnya saling berbagi, khususnya bagi mereka yang lebih mampu kepada mereka yang membutuhkan.

Sejarawan Aceh, Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi, dalam bukunya yang berjudul Singa Aceh menjelaskan bahwa Meugang sudah berlangsung lebih dari 400 tahun. Bahkan, pada masa itu, sultan mengeluarkan hukum atau qanun yang mengatur pelaksanaan Meugang untuk memastikan bahwa masyarakat yang tidak mampu tetap mendapatkan bagian dalam perayaan tersebut.

Meugang, yang menjadi salah satu tradisi khas Aceh, bukan hanya merayakan hari-hari besar umat Islam, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai kebersamaan, kepedulian, dan rasa syukur yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Aceh. Tradisi ini terus hidup dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Aceh, yang menjadikannya sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Meski zaman terus berubah, semangat kebersamaan yang terkandung dalam tradisi Meugang tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas masyarakat Aceh, membawa pesan perdamaian, kesederhanaan, dan kepedulian sosial bagi generasi ke generasi.