INTIMES.co.id | BANDA ACEH – Berbeda dengan provinsi lain, pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh tak hanya diikuti oleh parpol nasional, tapi juga partai lokal. Sejak pemilu dan pilkada tahun 2006, perolehan suara partai lokal selalu mengungguli partai nasional.
Pendirian partai lokal merupakan bagian dari perjanjian perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
Menjelang Pilkada) 2024, bursa bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur Aceh masih sepi. Hingga saat ini, baru Partai Aceh yang mendeklarasikan bakal calon gubernur. Partai Aceh berencana mengusung ketua umumnya, yakni Muzakir Manaf.
Sementara sejumlah partai politik nasional justru merapat ke Partai Aceh yang merupakan partai lokal. Seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Partai Nasional Miliki Banyak Figur Bacalon Gubenur Aceh
Guru Besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Humam Hamid berpendapat, beberapa parpol nasional itu sebenarnya memiliki figur yang layak untuk maju sebagai bakal calon gubernur Aceh.
Beberapa figur yang dinilai layak maju sebagai calon gubernur itu, antara lain, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Aceh Teuku Muhammad Nurlif, Ketua DPD Partai Demokrat Aceh Muslim, dan anggota DPR dari PKS, Nasir Djamil.
”Apa kurangnya Nurlif, Muslim, dan Nasir Djamil? Seharusnya mereka masuk gelanggang untuk bertarung,” kata Humam, Ahad (12/5/2024).
Namun, alih-alih melawan kekuatan parpol lokal, beberapa tokoh partai nasional justru berharap dipilih oleh Muzakir sebagai bakal calon wakil gubernur. Partai Golkar telah mengajukan nama Nurlif kepada Partai Aceh untuk dijadikan bakal calon wakil gubernur, sedangkan Demokrat menawarkan nama Muslim.
Berkas resmi pengajuan keduanya menjadi pendamping Muzakir telah diserahkan kepada panitia seleksi calon kepala daerah Partai Aceh. Sementara itu, PKS secara terang-terangan menyatakan mendukung Muzakir sebagai calon gubernur, tetapi tidak mengajukan nama kadernya sebagai calon wakil gubernur.
Humam menilai, ada dua alasan mengapa parpol nasional tidak mau melawan Partai Aceh dalam Pilkada 2024. Pertama, Pemilu Legislatif 2024 di Aceh dimenangi oleh Partai Aceh.
Berdasarkan Pemilu Legislatif 2024, Partai Aceh menguasai DPRD Provinsi Aceh dengan perolehan 22 kursi atau 27 persen dari 81 kursi yang tersedia. Partai Aceh menjadi satu-satunya partai yang memenuhi syarat untuk mencalonkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur tanpa harus berkoalisi.
Hamam menambahkan, alasan kedua adalah kedekatan Muzakir dengan Prabowo Subianto yang merupakan presiden terpilih 2024-2029.
Dari hitung-hitungan politis, dia menilai, Prabowo kemungkinan akan mendukung Muzakir dalam Pilkada Aceh. Kondisi itulah yang membuat beberapa parpol enggan bersaing melawan Partai Aceh.
”Kondisi ini tidak sehat bagi pendidikan politik di Aceh. Seharusnya Muzakir Manaf diajak berdebat tentang narasi pembangunan, biarkan publik menilai siapa yang layak dipilih,” kata Humam.
Humam juga berpendapat, kekuatan Partai Aceh sebenarnya tidak sangat besar karena perolehan suara partai itu pada Pemilu 2024 tidak mencapai 50 persen seperti yang ditargetkan.
Di sisi lain, Muzakir Manaf juga gagal memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden di Aceh. Pasangan Prabowo-Gibran hanya mendapat 24,34 persen suara di Aceh, sedangkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meraup 73,55 persen suara.
Menurut Humam, seharusnya koalisi parpol pendukung Anies-Muhaimin berani melanjutkan koalisi untuk mengusung calon gubernur.
”Jangan biarkan Muzakir Manaf melenggang sendiri, dia harus dilawan,” tuturnya.
Sementara Dosen Antropologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Reza Indra, menuturkan, saat ini, parpol di Aceh kekurangan tokoh yang representatif untuk diajukan kepada publik sebagai calon kepala daerah.
“Kondisi ini membuat animo warga untuk memilih kepala daerah berkurang,” ujarnya.
Muzakir Manaf Dianggap Representasi Dari Partai Politik Lokal
Sekretaris Jenderal Partai Aceh Kamaruddin Abubakar mengatakan, sebagai pemenang dalam pemilu legislatif tingkat provinsi, Partai Aceh telah memutuskan untuk mengusung Muzakir sebagai bakal calon gubernur. Muzakir yang juga mantan panglima GAM dianggap representasi dari partai politik lokal.
Pada Pilkada 2012, Muzakir terpilih sebagai Wakil Gubernur Aceh berpasangan dengan Zaini Abdullah yang juga merupakan eks kombatan GAM. Adapun pada Pilkada 2017, Muzakir mencalonkan diri sebagai gubernur, tetapi kalah dari Irwandi Yusuf, Ketua Partai Nanggroe Aceh yang juga eks kombatan.
Kamaruddin menambahkan, untuk calon wakil gubernur, Partai Aceh membuka peluang berkoalisi dengan partai lain. Selain itu, partai tersebut juga membuka peluang untuk calon nonpartai.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar Aceh Teuku Muhammad Nurlif mengaku merasa terhormat karena diberi kesempatan mengikuti proses seleksi bakal calon wakil gubernur di Partai Aceh.
Di sisi lain, Golkar juga menjajaki kemungkinan Nurlif sebagai calon gubernur. Golkar melakukan survei elektabilitas para bakal calon sebelum memutuskan siapa yang akan diusung.(*)f
Tinggalkan Balasan