INTIMES.co.id | BANDA ACEH – Aceh Resource & Development (ARD) menggelar diskusi publik bertajuk “Kesiapan Pemuli di Aceh, Penegakan Hukum Pemilu dan Netralitas Penyelenggara Negara”, yang berlangsung di Moorden Kafe, Pango, Banda Aceh, Senin (29/1).
Adapun pemateri dalam diskusi tersebut yakni Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Saiful, Komisioner Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh Fakhrul Riza Yusuf, Plt Kabid Poldagri Badan Kesbangpol Aceh Rully Defriza, dan pengamat kepemiluan Tarmizi. Acara ini dipandu oleh Akmal Abzal.
Ketua KIP Aceh Saiful, mengajak seluruh pihak untuk ikut mengawasi dan menyukseskan Pemilu 2024. Sehingga Pemilu berjalan sesuai asas-asas demokratis, jujur dan adil.
“Kita harapkan dukungan dari berbagai pihak untuk sama-sama menjaga Pemilu berjalan sesuai dengan asas-asas Pemilu yang demokratis, jujur, dan adil,” ujar Saiful.
Saiful mengimbau, semua pihak jika melihat adanya pelaksanaan yang melanggar hukum agar melaporkan ke KIP atau Panwaslih.
Ia menjelaskan, bahwa pelaksanaan pemungutan suara dilaksanakan 16 hari lagi. KIP berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan koordinasi untuk menyukseskan hal ini.
“Untuk saat ini KIP Aceh juga sudah melaksanakan sosialisasi PKPU. Di Aceh terdapat 133.361 orang penyelenggara Pemilu,” katanya.
Adapun jumlah pemilih, kata Saiful, sebanyak 3,7 juta di Aceh, di 23 kabupaten/kota, 6.400 desa, dan 16 ribu TPS.
“Jumlah pemilih terdiri dari 1.839.412 laki-laki, 1.926.251 perempuan. Lebih besar perempuan, perbandingan 51 persen perempuan dan 49 persen laki-laki,” ujarnya.
Selain itu, seluruh Parnas dan Parlok di Aceh sudah menyampaikan dana kampanye. Di DPD, hanya 1 orang yang tidak melaporkan. Jika ditemukan kesengajaan, maka akan dicoret nama dari daftar calon.
“Di Aceh peserta pemilu ada 24 partai, 6 partai lokal dan 18 partai nasional,” jelas Saiful.
Komisioner Panwaslih Aceh, Fakhrul Riza Yusuf, menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan sejak tahapan awal, sejak verifikasi, hingga proses penetapan dan di semua tahapan Bawaslu harus hadir.
“Di Pemilu kali ini, hingga Desember 2023, ada 618 jumlah APK yang dirusak,” tutur Fakhrul Riza.
Menurutnya, beberapa jenis dugaan pelanggaran yang ditindak oleh Bawaslu, yakni pelanggaran administratif, bisa diselesaikan dengan sidang ajudikasi, rekomendasi atau saran perbaikan.
Kemudian, tindak pidana Pemilu, didasarkan pada UU, pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum lainnya, sisanya terkait netralitas ASN, aparatur desa dan TNI/Polri.
Dalam penegakan pidana Pemilu, Bawaslu sudah membentuk Sentra Gakkumdu di 23 kabupaten/kota, dan hanya ada di tingkat kabupaten. Terdiri dari Bawaslu, polisi dan kejaksaan.
“Bawaslu dalam setiap penerimaan laporan harus melakukan pengkajian untuk mengklasifikasi jenis laporan,” ucapnya.
Ia menyampaikan, Bawaslu dalam 14 hari harus mampu melakukan upaya penerimaan registrasi atas laporan. Jika formil dan materiilnya sudah dipenuhi, identitas formil, identitas pelapor dan terlapor, waktu, peristiwa uraian kejadian, tempat peristiwa, saksi, bukti.
“Trend paling banyak pelanggaran dilakukan oleh keuchik dan aparat desa,” ungkap Fakhrul Riza.
Disisi lain, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Rully Defriza, mengatakan bahwa netralitas ASN dalam Pemilu diatur dalam Pasal 9 UU Tahun 2019 menjamin netralitas ASN atau PNS.
Ia mengatakan pemerintah juga telah menggelar apel serentak netralitas ASN pada Pemilu dan penandatanganan fakta integritas, larangan terlibat kampanye menggunakan fasilitas negara, serta beri dukungan KTP.
“Gubernur berikrar untuk menjalankan fungsi pelayanan publik selama Pemilu, menghindari konflik kepentingan dan menghindari intimidasi, bijak medsos dan berita bohong, dan netral dalam Pemilu. Setiap tahun sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak dukung calon tertentu,” tuturnya.
Menurutnya, indeks demokrasi Indonesia, kebebasan, kesetraan serta kapasitas berjumlah 80,82 persen di Aceh. Ia melihat kepedulian masyarakat Aceh terkait demokrasi kian meningkat.
“Mitra Kesbangpol adalah aparat keamanan, penyelenggara Pemilu, dan partai politik,” ujar Rully.
Sementara itu, Pengamat Kepemiluan Tarmizi, menyebut bahwa sejak Pemilu 2014 dan 2019 sudah jauh lebih baik, karena penyelenggara Pemilu tidak menghilangkan kesan negative potensi kecurangan
“Pengawasan perlu di tingkat penyelenggara pada saat tanggal 14 Februari atau hari H pemilihan,” kata Tarmizi.
Tarmizi menjelaskan, bahwa masyarakat memiliki wewenang untuk berikan saran ke penyelenggara. Bisa melaporkan ke Bawaslu dan akan segera di proses.
“Selanjutnya bisa dilaporkan ke DKPP, sanksinya tidak bisa menjadi penyelenggara Pemilu meskipun TPS seumur hidup,” jelasnya.
Ia menyampaikan, butuh pengawasan dari Panwaslih, partai politik dan seluruh masyarakat untuk menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan ini.
“Pengawasan di level atas sudah bagus, secara teks dan dokumen sudah bagus, tapi di level bawah implementasinya masih bermasalah,” pungkasnya.[]
Tinggalkan Balasan